Pameran Tunggal Ekwan Marianto "The Journey Of Happyness"

December 26, 2019

“THE JOURNEY OF HAPPYNESS”

PERJALANAN BERKARYA EKWAN MARIANTO




“Orang-orang tampak bersuka ria, tertawa bersama. Mereka bermain musik, menyanyi, dan menari bersama.”

Itulah salah satu gambaran yang terdapat pada karya Ekwan Marianto.



EKWAN MARIANTO, seniman asal Kota Tuban yang puluhan tahun telah tinggal di Kota Jogja, di penghujung tahun 2019, menggelar pameran tunggal yang bertajuk “The Journey of Happiness” atau “Perjalanan Kebahagiaan”. Karya-karya Ekwan Marianto akan dipamerkan selama kurang lebih dua minggu lamanya, mulai dari Sabtu, 21 Desember 2019 hingga Sabtu, 4 Januari 2020, di Taman Budaya Yogyakarta, Jl. Sriwedari No. 1 Yogyakarta. Dalam pameran kali ini, Ekwan menampilkan lebih dari 40 karya terbarunya, baik karya dua dimensi maupun tiga dimensi, dengan material yang beragam.



“Pada pameran kali ini, saya menciptakan karya dengan beberapa material berbeda. Awalnya saya hanya melukis di media kanvas, lalu saya mencoba berkarya dalam dimensi lain, misalnya patung, ukiran, dengan material berbeda-beda,” kata Ekwan Marianto, yang ditemui pada press conference yang digelar sebelum pembukaan pameran, Sabtu, 21 Desember 2019. Hadir pula dalam pers conference tersebut Agung Tobing (Kolektor Seni & Promotor Utama), Jean Couteau (Penulis, Kurator, Antropolog), dan Gabriela Sri Rahayu (Penulis & Pegiat Seni). Pertemuan ini dimoderatori oleh Kuss Indarto (Pegiat & Pengamat Seni).



 “Ekwan Marianto ialah seniman yang berada di luar alur mainstream, artinya tidak perlu masuk dalam problematika kehidupan. Seniman yang langsung menuangkan apa yang terdapat di dalam hatinya, seniman yang polos, seniman yang spontan, seniman yang (kadang-kadang) naïf, seniman yang bebas dari seni akademis. Meskipun demikian, Ekwan juga berbicara sesuatu dalam karyanya, baik tentang diri mereka maupun tentang masyarakat,” kata Jean Couteau.



 “Karya-karya Ekwan Marianto, menurut saya sangat indah, namun tidak sekedar menampakkan keindahan secara estetika semata. Keindahaan lain dalam karyanya memang tidak terlihat mata, tetapi bisa dirasakan dengan hati. Sosok-sosok yang muncul dalam karya Ekwan, menurut saya sangat mewakili tajuk daripada pameran ini sendiri, yaitu sebuah kebahagiaan,” kata Gabriela Sri Rahayu. “Ekwan menampilkan cerita-cerita yang berasal dari dunia yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Mungkin bisa berasal dari zaman sekarang, zaman sebelum sekarang, atau zaman yang akan datang, atau malah perpaduan zaman tiga zaman tersebut yang mewakili saat kebahagiaan, saat menikmati sesuatu yang menyenangkan,” lanjutnya.


“Saya sangat suka berkarya. Selama berkarya saya merasa enjoy, tiada beban saat menciptakan karya seni. Saya telah lama berkesenian, dan dalam proses tersebut saya menemukan bahwa saat berkarya kita harus bahagia. Jika hati, jiwa, dan pikiran kita tenang, pada akhirnya kita akan menghasilkan karya yang memuaskan.” –Ekwan Marianto.


Pameran ini telah dipersiapkan selama dua tahun. Bagi Erwan perjalannya mempersiapkan pameran begitu berkesan. Terlebih ia mencoba berkarya di media yang berbeda, sebelumnya ia biasa berkarya di atas kanvas (lukis), tapi pada karya terbarunya ini ia berkarya di media lainnya (patung dan ukir kayu). Pada awal penciptaan tentu ia mengalami kegagalan, namun dari situ ia belajar bagaimana supaya berhasil. Selain karya, Ekwan juga meluncurkan buku tentang perjalanan berkesenian. Meski bukan pameran tunggal yang pertama kali, gelaran kail ini merupakan pencapaian yang sangat prestise bagi Ekwan Marianto.



Pameran Tunggal Ekwan Marianto terlenggara berkat dukungan dari Agung Tobing, Kolektor Seni, sekaligus promotor utama pameran ini. Perjumpaan Agung Tobing dengan Ekwan Marianto terjadi dua tahun lalu, melalui seorang kawan yang menunjukkan karya-karya Ekwan Marianto. Agung Tobing begitu terkesan dengan karya-karya Ekwan, dan perkenalan lebih lanjut dengan sang perupa mendorongnya untuk memberikan dukungan sepenuhnya bagi pameran tunggal Ekwan Marianto.



Ekwan Marianto mulai mempelajari seni rupa di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR). Di sana ia belajar dasar-dasar menggambar, melukis, mengukir,  membatik, membuat cetakan, membuat ilustrasi, dan sebagainya. Tak butuh waktu lama baginya untuk memutuskan bahwa ia akan menekuni seni lukis. Pada akhirnya, ia menguasai beragam teknik dan gaya lukis. Ekwan tinggal di Nitriprayan, –yang dikenal sebagai kampung seniman. Setiap hari berdiskusi tentang seni bersama seniman-seniman lainnya. Ada beragam masukan, kritikan, dari seniman-seniman lain terhadap karya-karyanya, dan pengalaman-pengalaman berkesenian. Dari materi-materi tersebut, Ekwan terus mengembangkan karya-karyanya.



Karya Ekwan tidak terbebani dengan wacana, karyanya menyatakan sesuatu yang berasal dari dirinya sendiri. Kesederhanaan karya Ekwan tak hanya menyamarkan kepekaan sang seniman yang luar biasa, namun juga kelahlian yang dilatih selama bertahun-tahun, dan yang paling penting, beragam lapis interpretasi terhadap karya-karyanya. Karya seni Ekwan menjadi sebuah peringatan merisaukan bahwa keberhasilan manusia yang paling hebat sebenernya selalu berakar dalam imajinasi dan kebersamaan, bukan pada sesuatu yang acap kita pikirkan seperti sistem penilaian yang rumit dan kompetitif, kemampuan konsumsi, dan kesempurnaan layaknya produk buatan mesin. Lukisan Ekwan yang tampaknya kekanakan justru menyimpan rahasia kegembiraan yang selalu dicari-cari oleh manusia layaknya sebuah pencapaian.

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe