MEMBUKA MEMORI LAMPAU, MEMBUAT MEMORI BARU
“Membuka dan Membuat MIMORI Pantomim sebagai Seni Gerak, Bukan Seni Diam, Apalagi Bisu.”
MIMORI berangkat dari niat para pegiat seni teater olah tubuh, atau yang akrab disebut pantomim (Mime), yang berkeinginan untuk turut serta menjadi penggerak jantung seni budaya, bukan saja untuk Yogyakarta namun juga untuk Indonesia. Hal tersebut kemudian diwujudkan dalam sebuah gelaran seni pantomime bertajuk MIMORI.
#
Mimori diselenggarakan selama tiga hari yaitu pada Jumat–Minggu, 21-23 Oktober 2022, di Gedung Societed Military Taman Budaya Yogyakarta (TBY). MIMORI diprakarsai oleh beberapa kelompok pegiat seni pantomim di Yogyakarta, -yang sebagian bernaung dalam Komunitas Rumah Pantomim Yogyakarta. Mimori didukung pula oleh Dana Keistimewaan DIY melalui Taman Budaya Yogyakarta.
Mimori merupakan akronim dari dua kata, yaitu “Mime” dan “Ori”.
Dari kata “mimori”, Mime yang bi(a)sa didefinisikan sebagai “gerak tubuh tanpa kata”. Kali ini dipertemukan dengan Ori, -yang mengacu pada kata “original” sebagai kata ganti “asli”. Bahwa ia bisa saja dimaknai sebagai seni olah tubuh tanpa kata. Namun justru dari sana bisa digali dan kemudian dipresentasikan memori-asli pengalaman tubuh masing-masing pelaku seninya.
Dengan kata lain, bisa pula dimaknai bahwa mimori menjadi sebuah movement sekaligus gerak tubuh yang mengacu pada kesadaran para pelaku akan pengalaman-asli masa lampau, dan kemudian dihidupkan kembali melalui ingatan.
MENERUSKAN KIPRAH JEMEK SUPARDI
Event ini berangkat pula dari keinginan para pegiat seni pantomim untuk tetap mengenang sekaligus meneruskan kiprah Jemek Supardi, sosok ikonik seni pantomim Indonesia, sekaligus Bapak Seni Pantomim Indonesia.
Beliau pernah berpesan bahwa sebagai orang yang sudah memantapkan diri menjadi pekerja seni maka membuat karya itu merupakan tanggung jawab yang hukumnya wajib dilakukan dan sama sekali tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Karenanya, meskipun pantomim ini dalam presentasinya tak butuh banyak bicara, namun bukan berarti ia bisu dan/atau hanya diam saja. Lebih dari itu selalu dibutuhkan dalam karya, hingga kemudian tercipta sejak serta sosok-sosok baru yang bakalan menjadi memori berikutnya.
*
Ada beberapa agenda yang dipresentasikan dalam perhelatan ini. Barangkali, Mimori menjadi jalan untuk membuka memori masa lalu (lampau) sebagai bagian dari pembelajaran. Mimori juga dapat menjadi jalan untuk membuat memori baru, hingga kemudian tercipta karya yang bisa dikenang sebagai sebuah memori di masa mendatang.
>> MIMORI LAMPAU
Memori masa lalu tersaji dalam bentuk program pameran arsip. Kali ini bakal diketengahkan beberapa hal berkaitan dengan Jemek Supardi.
>> MIMORI BARU
Tersaji dalam program workshop dan diskusi. Selain itu, dipresentasikan pertunjukkan pantomime dari 10 kelompok/komunitas yang berasal dari dalam maupun luar Kota Yogyakarta.
Beberapa seniman Pantomim Yogyakarta yang terlibat yaitu Dedi Ratmoyo, Broto Wijayanto, Asita Kaladewa, Jamaluddin Latif, FZ Enderiza, Doddy Micro, dan masih ada lagi. Tak ketinggalan, hadir pula pantomimer legendaris Septian Dwi Cahyo, dari Jakarta.
Hadir komunitas pantomim Reza Mime Club, Mime 9 Solo, Pantomim Arek Suroboyo, Palembang Mime Club, Kopimoka Mime, Purworejo Mime, serta Sagalokamime. Mereka berasal dari Solo, Malang, Surabaya, Purworejo, Purwokerto, dan yang terjauh datang dari Palembang, Sumatera Selatan.
>> APRESIASI KEPADA ALM JEMEK SUPARDI
Apresiasi atas dedikasinya pada dunia seni pantomim, digelar pemeran arsip almarhum Jemek Supardi, selama berlangsungnya acara. Hadir langsung dari pihak keluarga, yang menyajikan pertunjukan seni tari yang dipresentasikan oleh Kinanti Sekar Rahina yang merupakan putri dari almarhum Jemek Supardi, tentu saja bersama Sanggar Kinanti miliknya.
AGENDA
Agenda Mimori antara lain : opening ceremony (pembukaan), exhibition (pameran), repertoar, mini show, workshop pantomim, dialog pantomim, ibadat 100 hari Jemek Supardi, serta Pentas Tari Kinanthi Sekar.
*