“THE JOURNEY OF HAPPYNESS”
“Orang-orang tampak bersuka ria,
tertawa bersama. Mereka bermain musik, menyanyi, dan menari bersama.”
Itulah salah satu gambaran yang terdapat
pada karya Ekwan Marianto.
EKWAN MARIANTO, seniman asal Kota
Tuban yang puluhan tahun telah tinggal di Kota Jogja, di penghujung tahun 2019,
menggelar pameran tunggal yang bertajuk “The Journey of Happiness” atau
“Perjalanan Kebahagiaan”. Karya-karya Ekwan Marianto akan dipamerkan selama
kurang lebih dua minggu lamanya, mulai dari Sabtu, 21 Desember 2019 hingga
Sabtu, 4 Januari 2020, di Taman Budaya Yogyakarta, Jl. Sriwedari No. 1
Yogyakarta. Dalam pameran kali ini, Ekwan menampilkan lebih dari 40 karya
terbarunya, baik karya dua dimensi maupun tiga dimensi, dengan material yang
beragam.
“Pada pameran kali ini, saya menciptakan karya dengan beberapa material
berbeda. Awalnya saya hanya melukis di media kanvas, lalu saya mencoba berkarya
dalam dimensi lain, misalnya patung, ukiran, dengan material berbeda-beda,”
kata Ekwan Marianto, yang ditemui pada press
conference yang digelar sebelum pembukaan pameran, Sabtu, 21 Desember 2019.
Hadir pula dalam pers conference tersebut
Agung Tobing (Kolektor Seni & Promotor Utama), Jean Couteau (Penulis,
Kurator, Antropolog), dan Gabriela Sri Rahayu (Penulis & Pegiat Seni).
Pertemuan ini dimoderatori oleh Kuss Indarto (Pegiat & Pengamat Seni).
“Ekwan Marianto ialah seniman yang
berada di luar alur mainstream,
artinya tidak perlu masuk dalam problematika kehidupan. Seniman yang langsung
menuangkan apa yang terdapat di dalam hatinya, seniman yang polos, seniman yang
spontan, seniman yang (kadang-kadang) naïf, seniman yang bebas dari seni
akademis. Meskipun demikian, Ekwan juga berbicara sesuatu dalam karyanya, baik
tentang diri mereka maupun tentang masyarakat,” kata Jean Couteau.
“Karya-karya Ekwan Marianto,
menurut saya sangat indah, namun tidak sekedar menampakkan keindahan secara
estetika semata. Keindahaan lain dalam karyanya memang tidak terlihat mata,
tetapi bisa dirasakan dengan hati. Sosok-sosok yang muncul dalam karya Ekwan,
menurut saya sangat mewakili tajuk daripada pameran ini sendiri, yaitu sebuah
kebahagiaan,” kata Gabriela Sri Rahayu. “Ekwan menampilkan cerita-cerita yang
berasal dari dunia yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Mungkin bisa
berasal dari zaman sekarang, zaman sebelum sekarang, atau zaman yang akan
datang, atau malah perpaduan zaman tiga zaman tersebut yang mewakili saat
kebahagiaan, saat menikmati sesuatu yang menyenangkan,” lanjutnya.
“Saya sangat suka berkarya. Selama
berkarya saya merasa enjoy, tiada beban
saat menciptakan karya seni. Saya telah lama berkesenian, dan dalam proses
tersebut saya menemukan bahwa saat berkarya kita harus bahagia. Jika hati,
jiwa, dan pikiran kita tenang, pada akhirnya kita akan menghasilkan karya yang
memuaskan.” –Ekwan Marianto.
Pameran ini telah dipersiapkan selama dua tahun. Bagi Erwan perjalannya
mempersiapkan pameran begitu berkesan. Terlebih ia mencoba berkarya di media
yang berbeda, sebelumnya ia biasa berkarya di atas kanvas (lukis), tapi pada
karya terbarunya ini ia berkarya di media lainnya (patung dan ukir kayu). Pada
awal penciptaan tentu ia mengalami kegagalan, namun dari situ ia belajar
bagaimana supaya berhasil. Selain karya, Ekwan juga meluncurkan buku tentang
perjalanan berkesenian. Meski bukan pameran tunggal yang pertama kali, gelaran
kail ini merupakan pencapaian yang sangat prestise bagi Ekwan Marianto.
Pameran Tunggal Ekwan Marianto terlenggara berkat dukungan dari Agung
Tobing, Kolektor Seni, sekaligus promotor utama pameran ini. Perjumpaan Agung
Tobing dengan Ekwan Marianto terjadi dua tahun lalu, melalui seorang kawan yang
menunjukkan karya-karya Ekwan Marianto. Agung Tobing begitu terkesan dengan
karya-karya Ekwan, dan perkenalan lebih lanjut dengan sang perupa mendorongnya
untuk memberikan dukungan sepenuhnya bagi pameran tunggal Ekwan Marianto.
Ekwan Marianto mulai mempelajari seni rupa di Sekolah Menengah Seni Rupa
(SMSR). Di sana ia belajar dasar-dasar menggambar, melukis, mengukir, membatik, membuat cetakan, membuat ilustrasi,
dan sebagainya. Tak butuh waktu lama baginya untuk memutuskan bahwa ia akan
menekuni seni lukis. Pada akhirnya, ia menguasai beragam teknik dan gaya lukis.
Ekwan tinggal di Nitriprayan, –yang dikenal sebagai kampung seniman. Setiap
hari berdiskusi tentang seni bersama seniman-seniman lainnya. Ada beragam
masukan, kritikan, dari seniman-seniman lain terhadap karya-karyanya, dan
pengalaman-pengalaman berkesenian. Dari materi-materi tersebut, Ekwan terus mengembangkan
karya-karyanya.
Karya Ekwan tidak terbebani dengan wacana, karyanya menyatakan sesuatu
yang berasal dari dirinya sendiri. Kesederhanaan karya Ekwan tak hanya menyamarkan kepekaan sang seniman
yang luar biasa, namun juga kelahlian yang dilatih selama bertahun-tahun, dan
yang paling penting, beragam lapis interpretasi terhadap karya-karyanya. Karya
seni Ekwan menjadi sebuah peringatan merisaukan bahwa keberhasilan manusia yang
paling hebat sebenernya selalu berakar dalam imajinasi dan kebersamaan, bukan
pada sesuatu yang acap kita pikirkan seperti sistem penilaian yang rumit dan
kompetitif, kemampuan konsumsi, dan kesempurnaan layaknya produk buatan mesin.
Lukisan Ekwan yang tampaknya kekanakan justru menyimpan rahasia kegembiraan
yang selalu dicari-cari oleh manusia layaknya sebuah pencapaian.