TRAVEL AND ADVENTURE
SUDAH PERNAH BERKUNJUNG KE KELENTENG PONCOWINATAN?
HELLO, KAWAN RANSEL! BEBERAPA WAKTU YANG LALU, SAYA BERCERITA TENTANG KELENTENG GONDOMANAN YANG TERLETAK DI KOTA YOGYAKARTA. KALI INI, SAYA INGIN BERKISAH KEMBALI TENTANG SEBUAH KELENTENG YANG BERADA DI KOTA YANG SAMA, YAITU KELENTENG PONCOWINATAN. SEBENERNYA, SUDAH LAMA SEKALI SAYA NGGAK BERKUNJUNG KESINI ‒SEJAK TERAKHIR KALI MENDATANGI KELENTENG INI BEBERAPA TAHUN LALU. TAPI ENTAH KENAPA INGATAN SAYA TERHADAP KELENTENG INI BEGITU LEKAT.
Ini vihara kelenteng yang digunakan sekaligus. Nama sebenarnya kelenteng ini adalah Zheng
Ling Gong. Karena letaknya ada di Jl. Poncowinatan No. 16 Yogyakakarta, maka masyarakat
rekat menyebutnya demikian. Lokasinya tepat di belakang Pasar
Kranggan, tempat ini memang terkenal sebagai daerah pecinan (kawasan penduduk tionghoa). Tidak ada yang
tahu pasti kapan kelenteng ini mulai dibangun. Namun menurut penjaganya, kelenteng ini
mulai dibangun
tahun 1881, dan diyakini sebagai kelenteng tertua di
Yogyakarta
Saya mengunjungi kelenteng ini dulu sekali, waktu itu
sedang ada kegiatan pemotretan model untuk sampul majalah tempas saya bekerja. Hmm, pastilah bukan saya modelnya... *Ya mana mungkin body sexy seperti pear ini
jadi model sampul, wkwkwk... Saat itu saya jadi tim pemotretan model, jobdesk-nya macem-macem. Mulai dari
bikin konsep, nyari modelnya, nyari lokasi untuk foto, nyiapin properti dan
wardrobe, sampai mendampingi pemotretan dari awal sampai akhir. Itu sekilas gambaran
pekerjaan saya, dulu.
*Sekarang juga masih berkutat di media, ding. Cuma jarang ada sesi pemotretan...
Kelenteng Poncowinatan dibangun di atas tanah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Awalnya Sultan HB
VII memberikan tanah seluas 6.224 m2, daerah utara Tugu Yogyakarta
kemudian ditetapkan sebagai kawasan penduduk tionghoa oleh Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat. Di atas tanah
yang diberikan itulah, pertama-tama orang tionghoa mendirikan tempat
peribadatan mereka yakni Kauw Lang Teng, yang kemudian mengalami perubahan penyebutan
menjadi kelenteng.
Luas tanah Kelenteng Poncowinatan berbentuk persegi
panjang yang melebar ke samping. Halamannya luas, bangunannya mengusung
gaya arsitektur tionghoa dan sarat unsur budaya. Kondisi
bangunannya sebagian masih asli seperti ketika dibangun pertama kali dulu. Lantainya menggunakan tegel, dindingnya berupa batu bata yang diplester. Atap
kelenteng terbuat dari kayu jati, bagian luar dihiasi dua
patung naga yang saling berhadapan. Pintu masuk ada di sayap kiri dan kanan,
masing-masing pintu berdaun dua dan dihiasi lukisan Dewa Pintu Men Shen. Bagian
depan pintu masih terdapat dua buah patung gilin yang terbuat dari pahatan batu
kali utuh.
Di dalam kelenteng ada beberapa tiang penyangga
yang dihiasi ornamen berukir, pun relief serupa juga tampak di beberapa dinding.
Di bagian tengah terdapat altar untuk berdoa, di sana terdapat patung Kwan Tie
Koen atau Dewa Keadilan. Dari ruangan inilah dimulai ritual sembahyang yang
harus menyelesaikan sebanyak 17 altar sembahyang. Tiap altar harus membakar 3
buah hio yang merupakan sarana doa. Hio harus ditancapkan dalam posisi seperti
kipas yakni satu di tengah dalam posisi tegak, dua di samping kiri dan kanan
dalam posisi miring.
Di ruangan utama juga terdapat meja
persembahan yang dapat dipergunakan bagi siapa saja yang ingin menyampaikan
persembahan. Persembahan yang diberikan tidak boleh memiliki unsur duri seperti
buah durian atau rambutan. Persembahan yang diberikan juga harus berjumlah
ganjil. Pengelolanya juga menyediakan bantal duduk yang digunakan untuk berdoa
di lantai. Selain itu, dekorasi ruangan penuh dengan ornamen-ornamen china. Warna merah
mendominasi tempat ibadah ini, warna ini
melambangkan kebahagiaan (menurut tradisi tionghoa).
Klenteng Poncowinatan dikelola oleh Yayasan Bhakti Loka. Sebenarnya dahulu luas kelenteng mencakup
wilayah SMA Bhinneka Tunggal Ika hingga Universitas Budya Wacana (yang berada tepa di belakang kelenteng), tetapi
kini tinggal sedikit yang tersisa.
TRADISI UNIK KELENTENG PONCOWINATAN
Satu tradisi unik Kelenteng Poncowinatan. Pada tahun baru
Imlek dan cap go me tanggal 1 dan 15 penanggalan imlek
(penanggalan berdasarkan bulan) kelenteng ini ramai dikunjungi umatnya. Terdiri dari umat Budha, Konghu Chu, Taoisme,
dan orang-orang tionghoa, bahkan orang-orang
umum lainnya. Perayaannya tidak identik dengan
ragam tradisi tionghoa atau tiongkok saja, suasana
berbeda dengan hadirnya nuansa adat jawa.
Biasanya persiapan dilakukan satu minggu
sebelumnya, dengan melakukan ritual-ritual tertentu seperti ritual pemandian
patung tuan rumah kelenteng, dan ritual-ritual lainnya. Pada saat perayaan, Kelenteng Poncowinatan menggelar tumpengan merah
putih. Tumpeng ini kemudian didoakan bersama, untuk kemakmuran umat, bangsa,
dan negara. Usai memanjatkan doa, warga duduk dan makan bersama.
Kelenteng Poncowinaran merupakan peninggalan
sejarah yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Seperti Kelenteng Gondomanan, Kelenteng Poncowinatan ini
juga menjadi salah satu benda atau Bangunan Cagar Budaya (BCB) Kota Yogyakarta.
Bangunan Kelenteng Poncowinatan memperoleh Penghargaan Pelestarian Warisan
Budaya Tahun 2005 Kategori Bangunan Ibadah. Sayangnya, Kelenteng Poncowinatan
pernah mengalami kerusakan oleh perbuatan vandal sekelompok orang, Media 2013. Sasaran
vandal yaitu patung gilin yang mengalami kerusakan pada bagian hidung dan
mulutnya.
Kelenteng Poncowinatan menarik para wisatawan dan pelajar untuk berwisata, belajar, atau hanya
sekedar melihat-lihat. Pengunjung yang datang tidak dikenai biaya
masuk. Mmm… jadi tertarik mengunjungi tempat ini bukan??? Segera saja
masukkan tempat ini dalam daftar kunjungan jalan-jalan kamu…
HOW TO GET THERE
KELENTENG PONCOWINATAN
Jl. Poncowinatan No. 16 Cokrodinatan, Jetis,
Kota Yogyakarta, Provinsi DIY, 55233.
[Map]
Akses ke Klenteng Poncowinatan ini
sangat mudah karena berada di tengah Kota Jogja. Untuk menuju ke sana, bisa
menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Lokasinya tidak begitu
jauh dari Tugu Jogja, dari sana berjalanlah ke arah utara (Jl. AM Sangaji),
lalu berbeloklah ke kiri atau ke arah barat (Jl. Poncowinatan). Kelenteng ada
di sebelah kiri atau utara jalan.
Atau, ikuti map yang saya cantumkan di blog post ini...
So so sorry~ Foto dokumentasi probadi
dan dokumentasi pemotretan sudah menguap entah kemana. Jadi saya pakai foto
yang disediakan oleh google ya...
‒ Teks : Nisya Rifiani ‒
Foto : Istimewa
Catatan Disclaimer :
Artikel serupa karya saya telah dipublikasikan di Majalah Remaja
BIAS – Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Provinsi DIY – Edisi 5 Tahun XV
/ 2011.
Artikel yang
dipublikasikan di blog ini telah mengalami perubahan
(penambahan maupun pengurangan) dari karya saya yang telah dimuat di blog
sebelumnya maupun di majalah tersebut di atas.